Ledakan
Rimbunan pohon pohon yang telah menjadikannya hutan, gelap sunyi lagi menyeramkan, begitu pula dengan yang aku rasa dalam pikiran, saat semua buntu dan tak ada lagi jalan. entah kemana lagi langkah ku ayunkan, saat arah tak lagi kutemukan, utara barat timur selatan, tak dapat lagi aku arahkan, semua diam bisu dalam kegelapan. Hutan-hutan kini semakin rimbun, gelap sunyi lagi berembun, tak tahu lagi tubuh aku huyun, hilang arah hilang cita yang aku bangun. Terpurukku dalam gelapnya, dalam rimbun dedaunan lembab, dalam tangis yang menyesakkan dada, bersila dalam alur akar dan hitam pekat. Aku tak bisa berbuat banyak, saat suara tak lagi bisa untuk teriak, hilang habis dan serak, cahaya yang ku tunggu tak lagi bisa datang menyeruak. Mengusir gelap dan sepi, menghapus air mata dalam aliran pipi, menghujam keras dalam hati, sakit perih dan terluka lagi. Sendiri kini aku rasakan, dalam hutan gelap dan menyeramkan, tiada pernah ada pertolongan, sekedar mengusir haus dan kelaparan. Kelaparan akan kasih sayang, yang selama ini aku harapkan datang, kini semakin jauh dan menghilang, meninggalkan jejak-jejaknya dalam hutan yang tak lagi terang.
Angin sumilir kembali mengiris, dalam hati yang penuh tangis, tangis karena luka pedang bengis, tragis. Kembali aku huyunkan langkah kaki, kebali pula aku mesti jatuh dan terjerembab lagi, terbaring diantara akar keras pohon berduri, perih tertusuk sobek dan berdarah lagi. Aku ingin segera keluar, namun semangat tak lagi berkobar, aku ingin segera bangkit, diantara akar-akar menghimpit. Adakah tangan yang bisa untuk aku jadikan tuntunan, adakah suluh yang bisa aku gunakan penerang jalan, adakah setitik air yang bisa menghilangkan kehausan, adakah seseorang disana yang bisa menopang badan. Adakah? Adakah? tak pernah terjawab dan tak akan mungkin terjawab.
Dimanakah matahari, agar aku bisa melihat dan berlari, dimanakah rembulan, saat malam kembali membuat ulah dalam kesepian. Dimanakah bintang-bintang yang merupakan tanda esok kan terang, dimanakah? Dimanakah? Hanya gelap yang makin menyergap. Aku tak bisa mengandalkan mereka yang aku harapkan bisa menolong, diantara gelap dan serigala yang melolong, aku tak akan pernah mengharap mereka menolong, saat jiwa dan pikiran kosong. Aku ingin terus berusaha berdiri, diantara rimbun ranting dan duri, aku tak peduli, walau sakit dan perih menujam hati, aku hanya ingin terus berdiri.
Biarlah, biarlah aku mencoba untuk berdiri, jangan ada yang menkasihani, aku masih punya hati, yang walau redup tapi cahayanya bisa menyinari. Aku masih punya tangan untuk menggenggam akar pohon hutan. Aku masih punya kaki yang terluka buat berdiri. Aku tak butuh bantuan, jika masih ada pamrih diikutkan, aku tak butuh pertolongan jika di tagih dihari kemudian. Singkirkan tangan mu, enyahkan nasihatmu, karena aku tahu, kau mengharap sesuatu. Pergi lah jauh, aku tak butuh kain penyeka peluh, pergi saja karena aku akan tetap terjaga walau dalam terluka. Buang makanan dan minuman, jika nantinya itu malah akan mematikan, sekejap akau masih dapat bertahan, sekejap pula aku tak butuh kasihan.
Biarlah aku susuri, jalan gelap yang aku tempuh kini, biarlah aku ambil arah sendiri, karena aku yakin jalan ku ini. Aku memang keras kepala dan keras hati, makanya aku tak butuh bantuanmu lagi, biarlah aku ambil langkah, walau kau anggap itu salah. Aku tak akan peduli lagi, biarlah kita ambil jalan sendiri, kita buktikan saja nanti dan aku tidak akan pernah menyesali.
Posting Komentar